Rabu, 03 November 2010
Determinan Malaria
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).
A. FAKTOR HOST
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).
1. Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:
a. Kekebalan atau Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.
Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang tidak di daerah endemis (mean=0.12%).
Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.
b. Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.
Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur <1-6 tahun dibandingkan dengan wisatawan yang tidak menderita malaria dengan nilai OR 1,7 (95% CI:1,3–2,3) dan OR 4,8 (95% CI:1,5–14,8). c. Status Gizi Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak malnutrisi. Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort, diketahui bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99). Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan parasit. 10 Penelitian dengan desain kasus kontrol oleh Siswanto dan Sidia di RSU Sumbawa tahun 1997 tentang gambaran klinik penderita malaria yang dirawat di bagian anak RSU Sumbawa, dari 106 penderita, 66% termasuk kategori gizi baik. Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan 4,2% termasuk gizi buruk. Nyamuk (Host Definitive)
Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi berperan dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles latifer (56,9 %) mulai menggigit manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus (32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan Anopheles balabacensis (10,3%) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.
a. Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat (di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak orang saat mengisap darah.
b. Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.
c. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit
Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
d. Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.
e. Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).
FAKTOR AGEN
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
- Plasmodium vivax
- Plasmodium malariae
- Plasmodium ovale
- Plasmodium falciparum.
Penelitian Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004-2006 di Barkhan dan Kohlu Pakistan dari 3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif parasit malaria pada sediaan darah. Dari kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi sebagai infeksi P. falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax. Tidak ditemukan kasus infeksi P. malariae dan P. ovale.
C. FAKTOR ENVIRONMENT
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan dengan responden yang tidak menderita malaria.
Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian malaria adalah keberadaan genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600 – 6,671). Kuatnya asosiasi ini didukung hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550 – 7,661). Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
1. Lingkungan fisik meliputi:
a. Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik.
b. Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
c. Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiakan anopheles.
d. Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung kepada arah angin.
e. Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda.
f. Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi atau mengalir sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup
deras.
2. Lingkungan kimiawi
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan.
3. Lingkungan biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain.
4. Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ingin wujudkan impian anda , raih kesempatan dan menangkan ratusan juta rupiah hanya di ionqq,silakan invite
BalasHapuspin bb#58ab14f5